Sabtu, 07 Desember 2013

Awal Datangnya Tentara Sekutu Di Indonesia


Awal kedatangan Sekutu ditandai dengan dibomnya dua kota di Jepang yaitu kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945, membuat Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Sebagai pihak yang kalah perang, maka Jepang harus menarik semua pasukan di wilayah kekuasaannya di Asia, termasuk Indonesia dan diatur oleh SEAC (South East Asia Command). SEAC dipimpin oleh Lord Mountbatten (Amerika) yang berkedudukan di Singapura. Sedang untuk pelucutan senjata tentara Jepang di Indonesia dilakukan oleh AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies). Ada pun tugas AFNEI adalah:
  1. Membebaskan tawanan perang Sekutu yang ditahan Jepang.
  2. Menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang.
  3. Melucuti dan memulangkan tentara Jepang.
  4. Mencari dan menuntut penjahat perang.
Pasukan AFNEI yang akan menlucuti senjata tentara Jepang di Indonesia dibagi menjadi 2, dimana pendatarannya diatur oleh Lord Mountbatten di Singapura yaitu:
  1. Pasukan AFNEI Inggris yang dipimpin oleh Sir Philip Christisson. Pasukan ini bertugas melucuti senjata tentara Jepang yang ada di Sumatra dan Jawa.
  2. Pasukan AFNEI Australia yang dipimpin oleh Albert Thomas Blarney. Pasukan ini bertugas melucuti senjata tentara Jepang yang ada di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Ternyata pasukan AFNEI Inggris yang akan melucuti senjata Jepang di Indonesia di boncengi NICA (Belanda). Maksud NICA membonceng Sekutu tidak lain adalah ingin kembali menguasai wilayah Indonesia. Pada tanggal 15 September 1945, pasukan Sekutu yang diboncengi NICA mendarat di pelabuhan Tanjung Priok dengan menggunakan Kapal Chamberlain yang dipimpin oleh W.R Petterson dan disertai oleh dua tokoh NICA, yaitu Van Der Plass dan Van Mook. Inggris bersedia membawa NICA ke Indonesia karena terikat perjanjian rahasia dalam Civil Affairs Agreement di Chequers, London pada tanggal 24 Agustus 1945. Dimana isi perjanjian tersebut yaitu Inggris bertindak atas nama Belanda dan pelaksanaannya diatur oleh NICA yang bertanggung jawab kepada Sekutu.

Setelah mengetahui bahwa pasukan AFNEI Inggris diboncengi NICA dan ingin kembali merebut wilayah Indonesia, maka muncullah perlawanan rakyat diberbagai daerah di Indonesia. Rakyat ingin mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Berbeda dengan pasukan AFNEI Australia, yang dapat melaksanakan tugas melucuti tentara Jepang dengan lancar tanpa adanya perlawanan dari rakyat Indonesia.
Dibawah ini berbagai perlawanan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, diataranya
1. Pertempuran di Surabaya (10 November 1945)
Pada tangggal 25 Oktober 1945, pasukan Inggris di bawah pimpinan Brigjen AWS. Mallaby tiba di Surabaya. Saat itu juga, pasukan Inggris menyerbu dan menduduki gedung-gedung pemerintah. Selain itu, pasukan Inggris juga menyebar selebaran yang memerintahkan kepada semua orang Indonesia untuk menyerahkan senjata. Bila tidak mengindahkan himbauan itu akan diancam hukuman mati.
Rakyat pun menolak himbauan Sekutu dan melakukan perlawnan. Pada tanggal 31 Oktober 1945. Terjadi baku tembak yang mengakibatkan Brigjen Mallaby tewas di Bank Internio (Jembatan Merah). Dan penggantinya Mayjen Mansergh, mengeluarkan ultimatum: Bahwa siapa yang membunuh Mallaby harus menyerahkan diri selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pagi. Jika tidak menyerahkan diri, maka pasukan Sekutu akan menyerang Kota Surabaya.
Karena ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Surabaya, maka pasuka Sekutu Kota Surabaya. Dibawah pimpinan Bung Tomo, Sungkono dan Gubernur Suryo, rakyat melakukan perlawanan. Ribuan rakyat meninggal dalam pertempuran itu. Oleh karena itu, tiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
2. Pertempuran Medan Area (10 Desember 1945)
Pertempuran ini terjadi karena Sekutu di bawah pimpinan Brigjen. TED Kelly dan pimpinan NICA yaitu Raymond Westerling melakukan berbagai tindakan yang membuat marah rakyat, diantaranya:
  1. Membebaskan tawanan Belanda dan mempersenjatai KNIL (10 Oktober 1945)
  2. Melarang rakyat membawa senjata (18 Oktober 1945)
  3. Menduduki tempat penting  dan menyerang Medan (10 Desember 1945)
Karena tindakan tersebut maka rakyat Medan  berusaha merebut kembali wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh Sekutu, hal ini yang menyebabkan terjadinya peristiwa Medan Area.
3. Pertempuran Ambarawa (15 Desember 1945)
Pertempuran Ambarawa terjadi karena Sekutu yang dipimpin Brigjen Bethel yang diboncengi NICA dengan sepihak membebaskan tawanan Sekutu yang ada di Magelang dan Ambarawa. Tindakan Sekutu ini dianggap telah melanggar kedaulatan RI. Setelah TKR mengadakan konsolidasi, Divisi V Kolonel Sudirman memperkuat wilayah Ambarawa dengan taktik Supit Urang yaitu dengan menyerang dari berbagai arah. Terjadilah pertempuran yang dahsyat pada tanggal 15 Desember 1945. Dalam pertempuran ini, TKR dibantu kesatuan-kesatuan dari daerah lain, yaitu dari Surakarta dan Salatiga. Pertempuran Ambarawa dimenangkan pihak TKR. Namun dalam tertempuran tersebut, Kolonel Isdiman gugur dan diperingati sebagai Hari Infanteri.
4. Pertempuran di Manado (Peristiwa Bendera)
Untuk menyambut kemerdekaan, rakyat Manado segera mengambil alih kekuasaan dari pihak Jepang dan mengibarkan Sang Merah Putih. Kebahagiaan rakyat Minahasa dikejutkan dengan kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA (Netherland Indische Civil Administration) yang melarang rakyat mengibarkan bendera Merah Putih. Mereka memaksa rakyat mengibarkan bendera merah putih biru (bendera Belanda). Pada  tanggal 14 Februari 1946 pukul 01.00, sejumlah tentara  KNIL (Komenlijk Netherland Indische Large) yang setia kepada RI menyerang Belanda dan Sekutu, serta berhasil melucuti senjata dan menyobek warna biru sehingga tinggal merah putih. Saat itu pemimpin TKR adalah Ch. Taulu, Wuisan, dan J. Kaseger.
5. Peristiwa Bandung Lautan Api
Sejak bulan Oktober 1945, pasukan AFNEI memasuki Kota Bandung. Ketika itu TKR bersama rakyat sedang berjuang merebut senjata dari tangan Jepang. AFNEI menuntut kepada pasukan Indonesia untuk menyerahkan senjata dan disusul ultimatum yang memerintahkan TKR menginggalkan Kota Bandung Utara paling lambat tanggal 29 Oktober 1945. Namun, ultimatum tersebut tidak dipedulikan oleh TKR dan rakyat Bandung.
TKR yang dipimpin Arudji Kartawinata melakukan serangan terhadap kedudukan AFNEI. Keadaan itu berlanjut sampai memasuki tahun 1946. Untuk kedua kalinya pada taggal 23 Maret 1945, AFNEI mengeluarkan ultimatum agar TRI meninggalkan Kota Bandung. Bersamaan dengan itu sehari sebelumnya, pemerintah RI dari Jakarta mengeluarkan perintah yang sama. Akhirnya TRI Bandung patuh terhadap pemerintah meskipun dengan berat hati. Sambil mengundurkan diri, TRI membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan. Dalam pertempuran di Bandung, M. Thoha gugur.
6. Puputan Margarana
Latar belakang pertempuran ini adalah akibat dari ketidakpuasan akan hasil Perjanjian Linggarjati. Perlawanan rakyat Bali ini dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Pada  tanggal 18 November 1946 tentara Ngurah Rai atau pasukan Ciung Wanara menyerang Tabanan. Belanda membalas serangan tersebut dengan menyerang Bali dan Lombok. Kekuatan yang tidak seimbang menyebabkan I Gusti Ngurah Rai melaksanakan perang puputan atau perang sampai mati. Perang besar-besaran ini terjadi di Margarana. Dan pada tanggal 29 November 1946 I Gusti Ngurah Rai gugur.

Sejarah Berdirinya VOC

SEJARAH BERDIRINYA VOC

VOC berdiri tahun 1602. VOC atau kongsi dagang Belanda ini memiliki sasaran utama untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Untuk mencapai sasaran itu VOC menetapkan strategi menguasai pelabuhan-pelabuhan penting dan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Dengan cara seperti ini, VOC akan dengan mudah mengkontrol aktivitas perdagangan di seluruh wilayah Indonesia. Untuk menguasai pelabuhan-pelabuhan penting belanda menggunakan kekuatan armada pasukannya.
Tujuannya untuk merebut pelabuhan dari tangan penguasa setempat ataupun dari bangsa Eropa yang lain. Untuk menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia Belanda tidak jarang mencampuri urusan pemerintahan kerajaan tersebut dan melakukan politik adu domba. Sebagai contoh ketika VOC ingin mendapatkan hak monopoli perdagangan di Banten VOC berhasil mempengaruhi anak sultan Ageng Tirtayasa yang bernama sultan haji.
Selain itu VOC juga membuat perjanjian. Dengan Banten. Isi perjanjian itu antara lain:
  1. VOC berhak penuh atas perdagangan di Banten dan Lampung.
  2. VOC berhsk turut campur dalam urusan pemerintahan Banten.
  3. kekuasaan atas Cirebon di serahkan kepada VOC
  4. Banten harus menanggung biaya perng.
Perlawanan rakyat Bante masi terus berkobar di bawah pimpinan Kyai Tapa dan Ratu Bagus. Bahkan mereka mendapat bantuan dari Ibnu Iskandar dari Sumatra barat. Kerajaan Banten kemudian mengalami kemunduran dan diperkirakan hancur sekitar permulaan abad ke-19.

Sejarah Pewrlawanan Terhadap Jepang

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSR4IXBuwZ4nSkBU-NfhqQ2RmzXFPc4C2WFGD0_uPryvsLPHgu6V2wQoeZd9ckF1G0RldjvdYSExp4ST_R-RllGK32rShYemaWUmXXRpBoSr4lqwo0M_BgH1Wx4OYTqgcpSRPZyIC3fEgm/s1600/perang.jpg
Menghadapi keadaan yang serba sulit maka para pemimpin bangsa Indonesia berjuang dengan menyesuaikan situasi dan kondisi. Bangsa Indonesia mengadakan perjuangan atau perlawanan melalui lembaga resmi pemerintahan, melalui gerakan bawah tanah, dan melalui tindakan kekerasan serta pemberontakan. Mereka tidak kehilangan semangat perjuangan Semua itu mempunyai cita-cita yang sama yakni mewujudkan Indonesia merdeka. Adapun bentuk perlawanan terhadap Jepang adalah sebagai berikut
1. Perjuangan melalui kerja sama (koperasi)
Karena gerakan yang non-kooperatif tidak mendapat tempat, para pejuang melakukan gerakan kooperatif yang dapat diterima oleh Jepang. Tujuan utama perjuangan mereka adalah mencapai Indonesia merdeka. Kerja sama kooperatif dengan pemerintah Jepang hanyalah suatu siasat atau taktik belaka. Dengan cara ini, para pejuang dapat duduk dalam lembaga-lembaga pemerintah. Dengan demikian, mereka dapat memperjuangkan atau membela nasib rakyat. Di samping itu, para pejuang dapat memanfaatkan organisasi dan lembaga-lembaga yang didirikan pemerintah Jepang untuk perjuangan kaum nasionalis, antara lain :
  • Memanfaatkan Gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) Tujuan Jepang membentuk PUTERA adalah agar kaum nasionalis dan intelektual menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk kepentingan Jepang. Namun oleh para pemimpin Indonesia, PUTERA justru dimanfaatkan untuk membela rakyat dari kekejaman Jepang serta untuk menggembleng mental dan semangat nasionalisme, cinta tanah air , anti kolonialisme dan imperialisme. Dengan demikian PUTERA ini ibarat tombak bermata dua.
  • Memanfaatkan Barisan Pelopor (Syuisyintai) Organisasi ini dimanfaatkan oleh para nasionalis sebagai penyalur aspirasi nasionalisme dan memperkuat pertahanan pemuda melalui pidato-pidatonya.
  • Memanfaatkan Chuo Sangi In (Badan Penasihat Pusat) Tugas badan ini adalah memberi nasihat atau pertimbangan kepada Seiko Shikikan (penguasa tertinggi militer Jepang di Indonesia). Oleh para pemimpin Indonesia melalui Chuo Sangi In dimanfaatkan untuk menggembleng kedisiplinan. Salah satu saran Chuo Sangi In kepada Seiko Shikikan adalah agar dibentuknya Barisan Pelopor untuk mempersatukan seluruh penduduk agar secara bersama menggiatkan usaha mencapai kemenangan.
2. Perjuangan Melalui Gerakan Bawah Tanah ( Non Kooperasi )
Selain melalui taktik kerja sama dengan Jepang, para pejuang melakukan perjuangan secara rahasia (gerakan bawah tanah) atau ilegal. Beberapa contoh perjuangan bawah tanah antara lain sebagai berikut
  • Gerakan Kelompok Sutan Syahrir . Kelompok ini merupakan pendukung demokrasi parlementer model Eropa barat dan menentang Jepang karena merupakan negara fasis. Mereka berjuang dengan cara sembunyi-sembunyi atau dengan strategi gerakan ”bawah tanah”.
  • Golongan Persatuan Mahasiswa golongan ini sebagian besar berasal dari mahasiswa Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran) di Jalan Prapatan 10 dan yang terhimpun dalam Badan Permusyawaratan Pelajar-Pelajar Indonesia (BAPERPI) di Cikini Raya 71. Kelompok Persatuan Mahasiswa ini anti Jepang dan sangat dekat dengan jalan pikiran Sutan Syahrir.
  • Kelompok Pemuda Menteng 31 Kelompok ini dibentuk oleh sejumlah pemuda yang bekerja pada bagian propaganda Jepang (Sendenbu). Kelompok ini bermarkas di gedung Menteng 31 Jakarta. Secara resmi pendirian asrama ini dibiayai Jepang dengan maksud menggembleng para pemuda untuk menjadi alat mereka. Akan tetapi tempat ini oleh pemuda dimanfaatkan secara diam-diam untuk menggerakkan semangat nasionalisme.
  • Golongan Kaigun Kelompok ini anggotanya bekerja pada Angkatan Laut Jepang. Mereka selalu menggalang dan membina kemerdekaan dengan berhubungan kepada tokoh-tokoh Angkatan Laut Jepang yang simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia.
3. Perlawanan Bersenjata
Perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh rakyat diberbagai daerah, antara lain sebagai berikut :
Perlawanan Rakyat di Cot Pleing (10 November 1942) Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil, seorang guru mengaji. Perlawanan di Cot Pleing, Lhoseumawe, Aceh ini diawali dari serbuan Jepang terhadap masjid di Cot Pleing. Masjid terbakar dan pasukan Tengku Abdul Jalil banyak yang gugur. Akhirnya Tengku Abdul Jalil tewas ditembak oleh Jepang.
Perlawanan Rakyat di Pontianak (16 Oktober 1943) Perlawanan ini dilakukan oleh suku Dayak di pedalaman serta kaum feodal di hutan-hutan. Latar belakang perlawanan ini karena mereka menderita akibat tindakan Jepang yang kejam. Tokoh perlawanan dari kaum ningrat yakni Utin Patimah.
Perlawanan Rakyat di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat (25 Februari 1944) Perlawanan ini dipimpin oleh KH. Zainal Mustafa, seorang pendiri pesantren Sukamanah, perlawanan ini lebih bersifat keagamaan. KH. Zainal Mustafa tidak tahan lagi membiarkan penindasan dan pemerasan terhadap rakyat, serta pemaksaan terhadap agama yakni adanya upacara “Seikeirei” (menyembah terhadap Tenno Heika Kaisar Jepang). KH. Zainal Mustafa beserta 27 orang pengikutnya dihukum mati oleh Jepang tanggal 25 Oktober 1944.
Perlawanan Rakyat di Cidempet, Kecamatan Lohbener, Indramayu (30 Juli 1944)
Perlawanan ini dipimpin oleh H. Madriyas, Darini, Surat, Tasiah dan H. Kartiwa. Perlawanan ini disebabkan oleh cara pengambilan padi milik rakyat yang dilakukan Jepang dengan kejam. Sehabis panen, padi langsung diangkut ke balai desa. Perlawanan rakyat dapat dipadamkan secara kejam dan para pemimpin perlawanan ditangkap oleh Jepang.
Pemberontakan Peta. Salah satu pemberontakan yang terbesar pada masa pendudukan Jepang adalah pemberontakan Peta di Blitar. Pemberontakan itu dipimpin oleh Supriyadi. Pemberontakan Peta terjadi pada tanggal 14 Februari 1945.
Dampak pendudukan Jepang
Pendudukan Jepang di Indonesia berdampak pada merosotnya kualitas hidup masyarakat, seperti kekurangan makanan, rakyat terpaksa makan umbi-umbian, bekicot, pohon pisang, pohon pepaya, dan sebagainya. Akibatnya rakyat Indonesia kurang gizi, gairah kerja merosot, angka kematian meningkat, kelaparan terjadi di mana-mana, berbagai penyakit timbul seperti pes, beri-beri, sakit kulit, kutu kepala, dan sebagainya. Sebagian besar rakyat di desa-desa, terpaksa memakai pakaian dari karung goni atau “bagor” atau lembaran karet/rami.

Perlawanan Terhadap Belanda


PERLAWANAN TERHADAP KOLONIAL BELANDA
    A.      Berlangsungnya Penjajahan Belanda di Nusantara
Kedudukan Belanda di Nusantara berlangsung antara 1596-1942 diawali dengan kedatangan armada dagang Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tahun 1596 yang berlabuh di Banten. Mulanya mencari barang dagangan atau rempah rempah akan tetapi kemudian Belanda bukan sekedar ingin berdagang biasa, melainkan ingin menguasai dan menjajah Nusantara. Tahun 1596 awal penjajahan Belanda di Nusantara dengan mendirikan persekutuan dagang yang bernama VOC (Vereeningde Oost-indische Compagnie) atau persekutuaan dagang  India timur yang dibantu oleh pemerintahan Belanda. VOC menguasai dan mengekploitasi ekonomi di Indonesia dari tahun 1602 – 1799.
Ketika terjadi peselisihan antara pangeran Jayakarta dan Banten dengan Belanda pada tahun 1619, kota Jayakarta dibakar oleh Belanda dibawah pmpinan Jan Pieterzoon Coen. Tahun 1619 Belanda membangun kota di atas puing-puing Jayakarta yang diberi nama Batavia. Kekuasaan Belanda tahun 1799 diambil alih oleh pemerintah Belanda dari VOC. VOC mengalami kerugian yang besar yang menyebabkan kebangkrutan dan dibubarkan. Sebelumnya penjajahan Belanda atas Indonesia dilakukan oleh VOC, sejak tahun 1799 secara resmi dilakukan oleh pemerintahan Belanda.
Berdasarkan convention of london 1814 Belanda berkuasa kembali di Indonesia setelah sempat sebelumnya tahun 1811 Inggris menyerang Hindia Belanda menaklukkan kota Batavia. Jendral Belanda Jansens menyerah tanpa syarat kepada Inggris. Tahun 1814 Inggris mengembalikan semua daerah jajahan Belanda ke pihak Belanda lagi. Peristiwa ini karena kalahnya Napoleon Bonapoarte kaisar Prancis dalam pertempuran di Leipzing Inggris menyerahkan Indonesia pada Belanda pada tahun 1816  saat itu yang menjadi pemimpin Inggris di Indonesia adalah Letnan Gubernur Jhon Fendhal. Penjajahan dan eksploitasi manusia dan sumber daya alam manusia dimulai lagi oleh pemerintah Belanda. Sistem eksploitasi yang dilakukan oleh Belanda disebut sistem tanan paksa. Pada masa dimana modal modal swasta liberal masuk ke Indonesia dan masa penerapan politik etis.
B.       Perlawanan Terhadap Pemerintahan Hindia-Belanda
Sewenang-wenang yang dilakukan VOC ternyata kembali dilanjutkan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Hal ini menyebabkan kemarahan rakyat hingga akhirnya terjadilah pemberontakan yang dilakukan beberapa daerah berikut.
1.    Perlawanan rakyat Maluku dibawah pimpinan Pattimura (1817)
Secara umum penyebab terjadinya  perlawanan rakyat Maluku ini adalah karena adanya beberapa prahara seperti penduduk wajib kerja paksa untuk kepentingan Belanda misalnya di perkebunan-perkebunan dan membuat garam, penyerahan wajib berupa ikan asin, dendeng dan kopi, banyak guru dan pegawai pemerintah diberhentikan dan sekolah hanya dibuka di kota-kota besar saja, jumlah pendeta dikurangi sehingga kegaitan menjalankan ibadah menjadi terhalang. Secara khusus yang menyebabkan kemarahan rakyat adalah penolakan Residen Van den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk membayar harga perahu yang dipisah sesuai dengan harga sebenarnya.
Pada tahun 1817 rakyat Saparua mengadakan pertemuan dan menyepakati untuk memilih Thomas Matulessy (Kapitan Pattimura) untuk memimpin perlawanan. Keesokan harinya mereka berhasil merebut benteng Duurstede di Saparua sehingga residen Van den Berg tewas. Selain Pattimura tokoh lainnya adalah Paulus Tiahahu dan puterinya Christina Martha Tiahahu. Anthoni Reoak, Phillip Lattumahina, Said Perintah dan lain-lain. Perlawanan juga berkobar di pulau-pulau lain yaitu Hitu, Nusalaut dan Haruku penduduk berusaha merebut benteng Zeeeland.
Untuk merebut kembali benteng Duurstede, pasukan Belanda didatangkan dari Ambon dibawah pimpinan Mayor Beetjes namun pendaratannya digagalkan oleh penduduk dan Mayor Beetjes tewas. Pada bulan Nopember 1817 Belanda mengerahkan tentara besar-besaran dan melakukan sergapan pada malam hari Pattimura dan kawan-kawannya tertangkap. Mereka menjalani hukuman gantung pada bulan Desember 1817 di Ambon. Paulus Tiahahu tertangkap dan menjalani hukuman gantung di Nusalaut. Christina Martha Tiahahu dibuang ke pulau Jawa. Selama perjalanan ia tutup mulut dan mogok makan yang menyebabkan sakit dan meninggal dunia dalam pelayaran pada awal Januari tahun 1818.
Sejak Belanda berkuasa di Maluku rakyat menjadi sengsara, sehingga rakyat semakin benci, dendam kepada Belanda. Dibawah pimpinan Pattimura (Thomas Matualessi) rakyat Maluku bangkit melawan Belanda tahun 1817 dan berhasil menduduki Benteng Duursted dan membunuh Residen Van Den Berg. Belanda kemudian minta bantuan ke Batavia, sehingga perlawanan Pattimura dapat dipatahkan, Pattimura kemudian ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung bulan Desember 1817. Dalam perjuangan rakyat Maluku ini juga terdapat seorang pejuang wanita yang bernama Christina Martha Tiahahu.
2.    Perang Paderi (1821 – 1838)
Pada mulanya Perang Paderi merupakan perang antara kaum adat dan kaum ulama. Yang disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat antara kaum ulama dengan kaum adat. Kaum  ulama terpengaruh gerakan Wahabi menghendaki pelaksanaan Ajaran Agama Islam berdasarkan Al’Quran dan Hadist. Kaum ulama ingin memberantas kebiasaan buruk yang dilakukan kaum adat, seperti berjudi, menyambung ayam dan mabuk.
Karena terdesak kaum adat minta bantuan kepada Belanda, tetapi kemudian kaum adat sadar bahwa Belanda ingin menguasai Sumatera Barat, kemudian kaum adat bersatu dengan kaum Paderi untuk menghadapi Belanda, karena terdesak Belanda mengirim bantuan dari Pulau Jawa yang diperkuat oleh Pasukan Sentot Ali Basa Prawirodirjo, tapi kemudian Sentot Ali Basa Prawirodirjo berpihak kepada kaum Paderi sehingga Sentot Ali Basa Prawirodirjo ditangkap dan dibuang ke Cianjur. Dengan siasat Benteng Stelsel pada tahun 1837 Belanda mengepung Bonjol, sehingga Imam Bonjol ditangkap dan dibuang ke Cianjur kemudian dipindahkan ke Manado hingga wafat tahun 1864.
3.    Perlawan Pangeran Diponogoro (1825 – 1830)
Penyebab   terjadinya perlawanan Diponogoro ini adalah karena Keraton merasa dihina dan diturunkan martabatnya akibat pemerintah kolonial Belanda terlalu jauh mencampuri urusan dalam keraton. Penderitaan rakyat yang makin menghebat akibat pelakuan pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang. Kekecewaan kaum ulama terhadap sikap orang-orang Belanda yang merendahkan budaya Timur dan menjujung tinggi budaya Barat, dan pembuatan jalan Yogyakarta-Magelang yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegero di Tegalrejo tanpa izin.
Ada pun  tokoh-tokoh perlawanan ini adalah :
·      Pangeran Diponegoro
·      Suryomataram
·      Ario Prangwadono
·      Pangeran Serang
·      Notoprojo
·      Sentot Prawirodirjo
·      Pangeran Ariokusmo
·      Kiai Mojo
Dalam perang ini Diponegoro menggunakan siasat perang gerilya yang didukung oleh kaum bangsawan dan ulama serta bupati, antara lain Kyai Mojo dan Sentot Ali Basa Prawirodirjo. Sementara Belanda menggunakan siasat Benteng Stelsel yang bertujuan untuk mempersempit gerak Pasukan Diponegoro. Pasukan Diponegoro semakin lemah terlebih lagi pada tahun 1829 Kyai Mojo dan Sentot Ali Basa memisahkan diri. Lemahnya pasukan Diponegoro menyebabkan Diponegoro menerima tawaran Belanda untuk berunding di Magelang, dalam perundingan ini pihak Belanda diwakili oleh Jenderal De Kock namum perundingan mengalami kegagalan dan Diponegoro di tangkap dan dibawa ke Batavia, selanjutnya dipindahkan ke Manado kemudian dipindahkan lagi ke Makasar dan meninggal di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
4.    Perlawanan Rakyat Sulawesi Selatan
Penyebab terjadinya perlawanan ini bermula dari berakhirnya pemerintahan Inggris menyebabkan Belanda kembali ke Sulawesi Selatan. Belanda menghadapi kondisi yang kurang memuaskan. Oleh karena itu Belanda mengundang raja-raja Sulawesi Selatan  untuk meninjau kembali perjanjian Bongaya yang tidak sesuai lagi dengan sistem pemerintahan imprealisme. Pertemuan tersebut hanya dihadiri Raja Gowa dan Sindereng. Pada tahun 1824, Belanda menyerang Ternate dan berhasil menguasainya. Selain Ternate Belanda juga menyerang Kerajaan Suppa yang dibantu oleh pasukan dari Gowa dan Sindereng yang dimenangkan oleh Belanda. Pasukan Bone yang menghancurkan pos-pos Belanda di Pangkajene, Labakang, dan merebut kembali Ternatte. Oleh karena itu kekuatan Bone makin besar dan daerah kekuasannya makin luas.Di sisi lain, kedudukan Belanda di Makassar makin lemah. Oleh karena itu, Belanda meminta tolong kepada Batavia. Hal ini jelas melemahkan pasukan Bone. 
Tokoh-tokoh dari perlawanan ini adalah Raja Bone, Raja Ternate, Raja Suppa. Pertempuran terus berkobar dan pasukan Bone bertahan mati-matian. Karena kalah dalam persenjataan, pasukan Bone makin terdesak. Benteng Bone yang terkuat di Bulukumba dapat dikuasai oleh Belanda. Dengan jatuhnya Bone, perlawanan rakyat makin melemah. Namun, pertempuran-pertempuran kecil masih terus berlangsung hingga awal abad ke-20.
5.    Perlawanan Rakyat Bali
Bangkitnya perlawanan rakyat Bali terhadap Belanda disebabkan oleh adanya Hak Tawan Karang yaitu suatu ketentuan bahwa setiap kapal yang terdampar diperairan Bali menjadi milik Raja Bali, dan sebab khusus menyangkut tuntutan Belanda terhadap raja-raja Bali yang ditolak berisi hak Tawan Karang dihapuskan, Raja harus memberi perlindungan terhadap pedagang-pedagang Belanda di Bali, dan Belanda minta diizinkan mengibarkan Bendera di Bali.
Tokoh-tokoh perlawanan Bali diantaranya :
·      I Gusti Jalantik
·      Patih Buleleng
·      Raja Bali
·      Raja Karang Ngasem
Jatuhnya kerajaan Buleleng, menyebabkan raja-raja Bali lainnya bersikap lunak terhadap Belanda, bahkan bersedia membantunya. Akhirnya kedua kerajaan tersebut jatuh ke tangan Belanda. Raja Buleleng dan I Gusti Ketut Jelantik meloloskan diri pada tahun 1849. Setelah kerajaan Buleleng dapat dikuasai, Belanda berusaha menaklukan kerajaan Bali lainnya. Hal ini memaksa para raja Bali mengambil alternatif terakhir untuk mempertahankan kehormatannya, yaitu perang puputan (perang terakhir sampai mati).
6.    Perlawanan Rakyat Aceh (1873-1904)
Perlawanan rakyat Aceh merupakan perlawanan yang paling lama dan juga terakhir bagi Belanda dalam rangka Pax Netherlandica. Perlawanan dipimpin oleh para Bangsawan (Tengku) dan para tokoh ulama (Teuku) seperti Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Panglima Polem, Cut Nyak Dien, Cut Mutia dan lain-lain.
Salah satu penyebab terjadinya peperangan karena Belanda melanggar Perjanjian Traktat London tahun 1824 yang berisi bahwa Inggris dan Belanda tidak boleh mengganggu kemerdekaan Aceh. Untuk menguasai Aceh, Belanda menggunakan cara seperti Konsentiasi Stelsel dan mendatangkan ahli Agama Islam yaitu Snouch Hurgronye. Cara ini dapat mempersempit ruang gerak pasukan Aceh dan dari Snouch Hurgronye Belanda mengetahui kehidupan rakyat Aceh dan cara-cara menaklukan Aceh. Sehingga akhirnya Aceh dapat dikuasai oleh Belanda, kemudian Raja-Raja didaerah yang berhasil dikuasai oleh Belanda diikat dengan Plakat Pendek yang isinya :
·      Mengakui kedaulatan Belanda atas daerahnya.
·      Tidak akan mengadakan hubungan dengan negara lain.
·      Taat dan patuh pada Pemerintah Belanda
7.    Perlawanan Rakyat Banjar
Penyebab dari pecahnya peperangan ini bermula saat Belanda dapat menjalin hubungan dengan Kerajaan Banjar pada masa pemerintahan sultan Adam. Setelah Sultan Adam wafat tahun 1857, Belanda mulai turut campur dalam urusan pergantian tahta kerajaan. Akibatnya, rakyat tidak menyukai Belanda. Belanda dengan sengaja dan sepihak melantik Pangeran Tamjid Illah sebagai sultan. Ditengah tengah perebutan tahta, meletuslah perang Banjar pada tahun 1859 dengan Pangeran Antasari sebagai pemimpinnya.
Tokoh-tokoh perlawanan :
·      Sultan Adam
·      Pangeran Antasari
·      Pangeran Hidayatulloh
·      Kiai Demang Lamang
·      H.Nasrun
·      H.Bayasin
·      Kiai Lalang
·      Gusti Matseman
Pangeran Antasari melakukan pertempuran bersama rakyat. Bahkan, pada bulan Maret 1862 Antasari diangkat menjadi Sultan dengan gelar Panembahana Amiruddin Khalifatul Mukminin. Setelah Pangeran Antasari meninggal, perjuangan dilanjutkan oleh putranya bernama Gusti Matseman namun, perlawanan rakyat Banjar makin hari makin melemah.
C.      Kelemahan perjuangan Bangsa Indonesia
1.    Bersifat lokal atau kedaerahan, artinya terbatas daerah tertentu saja. Tidak ada koordinasi antara pejuang satu daerah dengan daerah lain
2.    Perlawanan secara sporadic dan tidak serentak
3.    Perlawanan dipimpin oleh pimpinan kharismatik sehingga tidak ada yang melanjutkan
4.    Sebelum masa 1908 perlawanan menggunakan kekerasan senjata
5.    Para pejuang di adu domba oleh penjajah (devide et impera politik memecah belah bangsa Indonesia)