
PERLAWANAN TERHADAP KOLONIAL BELANDA
A.
Berlangsungnya Penjajahan Belanda di Nusantara
Kedudukan
Belanda di Nusantara berlangsung antara 1596-1942 diawali dengan kedatangan
armada dagang Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tahun 1596 yang
berlabuh di Banten. Mulanya mencari barang dagangan atau rempah rempah akan
tetapi kemudian Belanda bukan sekedar ingin berdagang biasa, melainkan ingin
menguasai dan menjajah Nusantara. Tahun 1596 awal penjajahan Belanda di
Nusantara dengan mendirikan persekutuan dagang yang bernama VOC (Vereeningde
Oost-indische Compagnie) atau persekutuaan dagang India timur yang
dibantu oleh pemerintahan Belanda. VOC menguasai dan mengekploitasi ekonomi di
Indonesia dari tahun 1602 – 1799.
Ketika terjadi peselisihan antara
pangeran Jayakarta dan Banten dengan Belanda pada tahun 1619, kota Jayakarta
dibakar oleh Belanda dibawah pmpinan Jan Pieterzoon Coen. Tahun 1619 Belanda
membangun kota di atas puing-puing Jayakarta yang diberi nama Batavia.
Kekuasaan Belanda tahun 1799 diambil alih oleh pemerintah Belanda dari VOC. VOC
mengalami kerugian yang besar yang menyebabkan kebangkrutan dan dibubarkan.
Sebelumnya penjajahan Belanda atas Indonesia dilakukan oleh VOC, sejak tahun
1799 secara resmi dilakukan oleh pemerintahan Belanda.
Berdasarkan convention of london
1814 Belanda berkuasa kembali di Indonesia setelah sempat sebelumnya tahun
1811 Inggris menyerang Hindia Belanda menaklukkan kota Batavia. Jendral Belanda
Jansens menyerah tanpa syarat kepada Inggris. Tahun 1814 Inggris mengembalikan
semua daerah jajahan Belanda ke pihak Belanda lagi. Peristiwa ini karena
kalahnya Napoleon Bonapoarte kaisar Prancis dalam pertempuran di Leipzing
Inggris menyerahkan Indonesia pada Belanda pada tahun 1816 saat itu yang
menjadi pemimpin Inggris di Indonesia adalah Letnan Gubernur Jhon Fendhal. Penjajahan dan eksploitasi manusia
dan sumber daya alam manusia dimulai lagi oleh pemerintah Belanda. Sistem
eksploitasi yang dilakukan oleh Belanda disebut sistem tanan paksa. Pada masa
dimana modal modal swasta liberal masuk ke Indonesia dan masa penerapan politik
etis.
B.
Perlawanan
Terhadap Pemerintahan Hindia-Belanda
Sewenang-wenang
yang dilakukan VOC ternyata kembali dilanjutkan oleh pemerintah Kolonial Hindia
Belanda. Hal ini menyebabkan kemarahan rakyat hingga akhirnya terjadilah
pemberontakan yang dilakukan beberapa daerah berikut.
1. Perlawanan rakyat Maluku dibawah
pimpinan Pattimura (1817)
Secara
umum penyebab terjadinya perlawanan
rakyat Maluku ini adalah karena adanya beberapa prahara seperti penduduk wajib
kerja paksa untuk kepentingan Belanda misalnya di perkebunan-perkebunan dan
membuat garam, penyerahan wajib berupa ikan asin, dendeng dan kopi, banyak guru
dan pegawai pemerintah diberhentikan dan sekolah hanya dibuka di kota-kota
besar saja, jumlah pendeta dikurangi sehingga kegaitan menjalankan ibadah
menjadi terhalang. Secara khusus yang menyebabkan kemarahan rakyat adalah
penolakan Residen Van den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk membayar harga
perahu yang dipisah sesuai dengan harga sebenarnya.
Pada
tahun 1817 rakyat Saparua mengadakan pertemuan dan menyepakati untuk memilih
Thomas Matulessy (Kapitan Pattimura) untuk memimpin perlawanan. Keesokan
harinya mereka berhasil merebut benteng Duurstede di Saparua sehingga residen
Van den Berg tewas. Selain Pattimura tokoh lainnya adalah Paulus Tiahahu dan
puterinya Christina Martha Tiahahu. Anthoni Reoak, Phillip Lattumahina, Said
Perintah dan lain-lain. Perlawanan juga berkobar di pulau-pulau lain yaitu
Hitu, Nusalaut dan Haruku penduduk berusaha merebut benteng Zeeeland.
Untuk
merebut kembali benteng Duurstede, pasukan Belanda didatangkan dari Ambon
dibawah pimpinan Mayor Beetjes namun pendaratannya digagalkan oleh penduduk dan
Mayor Beetjes tewas. Pada bulan Nopember 1817 Belanda mengerahkan tentara
besar-besaran dan melakukan sergapan pada malam hari Pattimura dan
kawan-kawannya tertangkap. Mereka menjalani hukuman gantung pada bulan Desember
1817 di Ambon. Paulus Tiahahu tertangkap dan menjalani hukuman gantung di
Nusalaut. Christina Martha Tiahahu dibuang ke pulau Jawa. Selama perjalanan ia
tutup mulut dan mogok makan yang menyebabkan sakit dan meninggal dunia dalam
pelayaran pada awal Januari tahun 1818.
Sejak
Belanda berkuasa di Maluku rakyat menjadi sengsara, sehingga rakyat semakin
benci, dendam kepada Belanda. Dibawah pimpinan Pattimura (Thomas Matualessi)
rakyat Maluku bangkit melawan Belanda tahun 1817 dan berhasil menduduki Benteng
Duursted dan membunuh Residen Van Den Berg. Belanda kemudian minta bantuan ke
Batavia, sehingga perlawanan Pattimura dapat dipatahkan, Pattimura kemudian
ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung bulan Desember 1817. Dalam perjuangan
rakyat Maluku ini juga terdapat seorang pejuang wanita yang bernama Christina
Martha Tiahahu.
2. Perang Paderi (1821 – 1838)
Pada
mulanya Perang Paderi merupakan perang antara kaum adat dan kaum ulama. Yang
disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat antara kaum ulama dengan kaum adat.
Kaum ulama terpengaruh gerakan Wahabi
menghendaki pelaksanaan Ajaran Agama Islam berdasarkan Al’Quran dan Hadist.
Kaum ulama ingin memberantas kebiasaan buruk yang dilakukan kaum adat, seperti
berjudi, menyambung ayam dan mabuk.
Karena
terdesak kaum adat minta bantuan kepada Belanda, tetapi kemudian kaum adat
sadar bahwa Belanda ingin menguasai Sumatera Barat, kemudian kaum adat bersatu
dengan kaum Paderi untuk menghadapi Belanda, karena terdesak Belanda mengirim
bantuan dari Pulau Jawa yang diperkuat oleh Pasukan Sentot Ali Basa Prawirodirjo,
tapi kemudian Sentot Ali Basa Prawirodirjo berpihak kepada kaum Paderi sehingga
Sentot Ali Basa Prawirodirjo ditangkap dan dibuang ke Cianjur. Dengan siasat
Benteng Stelsel pada tahun 1837 Belanda mengepung Bonjol, sehingga Imam Bonjol
ditangkap dan dibuang ke Cianjur kemudian dipindahkan ke Manado hingga wafat
tahun 1864.
3. Perlawan Pangeran Diponogoro (1825 – 1830)
Penyebab terjadinya perlawanan Diponogoro ini adalah karena Keraton merasa
dihina dan diturunkan martabatnya akibat pemerintah kolonial Belanda terlalu
jauh mencampuri urusan
dalam keraton.
Penderitaan
rakyat yang makin menghebat akibat pelakuan pemerintah kolonial Belanda yang
sewenang-wenang.
Kekecewaan kaum
ulama terhadap sikap orang-orang Belanda yang merendahkan budaya Timur dan menjujung
tinggi budaya Barat,
dan pembuatan jalan
Yogyakarta-Magelang yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegero di Tegalrejo
tanpa izin.
Ada pun tokoh-tokoh perlawanan ini adalah :
·
Pangeran Diponegoro
· Suryomataram
· Ario
Prangwadono
· Pangeran Serang
· Notoprojo
· Sentot
Prawirodirjo
· Pangeran Ariokusmo
·
Kiai Mojo
Dalam
perang ini Diponegoro menggunakan siasat perang gerilya yang didukung oleh kaum
bangsawan dan ulama serta bupati, antara lain Kyai Mojo dan Sentot Ali Basa
Prawirodirjo. Sementara Belanda menggunakan siasat Benteng Stelsel yang
bertujuan untuk mempersempit gerak Pasukan Diponegoro. Pasukan Diponegoro
semakin lemah terlebih lagi pada tahun 1829 Kyai Mojo dan Sentot Ali Basa
memisahkan diri. Lemahnya pasukan Diponegoro menyebabkan Diponegoro menerima
tawaran Belanda untuk berunding di Magelang, dalam perundingan ini pihak
Belanda diwakili oleh Jenderal De Kock namum perundingan mengalami kegagalan
dan Diponegoro di tangkap dan dibawa ke Batavia, selanjutnya dipindahkan ke Manado
kemudian dipindahkan lagi ke Makasar dan meninggal di Benteng Rotterdam tanggal
8 Januari 1855.
4. Perlawanan Rakyat Sulawesi Selatan
Penyebab terjadinya
perlawanan ini
bermula dari berakhirnya pemerintahan Inggris menyebabkan Belanda
kembali ke Sulawesi
Selatan. Belanda menghadapi kondisi yang
kurang memuaskan. Oleh karena itu Belanda mengundang raja-raja Sulawesi
Selatan untuk meninjau kembali perjanjian Bongaya yang tidak sesuai lagi
dengan sistem pemerintahan imprealisme. Pertemuan tersebut hanya dihadiri Raja
Gowa dan Sindereng. Pada tahun 1824, Belanda menyerang Ternate dan berhasil
menguasainya. Selain Ternate Belanda juga menyerang Kerajaan Suppa yang dibantu
oleh pasukan dari Gowa dan Sindereng yang dimenangkan oleh Belanda. Pasukan
Bone yang menghancurkan pos-pos Belanda di Pangkajene, Labakang, dan merebut
kembali Ternatte. Oleh karena itu kekuatan Bone makin besar dan daerah
kekuasannya makin luas.Di sisi lain, kedudukan Belanda di Makassar makin lemah.
Oleh karena itu, Belanda meminta tolong kepada Batavia. Hal ini jelas
melemahkan pasukan Bone.
Tokoh-tokoh dari perlawanan ini
adalah Raja Bone, Raja Ternate, Raja Suppa. Pertempuran terus berkobar dan pasukan
Bone bertahan mati-matian. Karena kalah dalam persenjataan, pasukan Bone makin
terdesak. Benteng Bone yang terkuat di Bulukumba dapat dikuasai oleh Belanda. Dengan jatuhnya Bone,
perlawanan rakyat makin melemah. Namun, pertempuran-pertempuran kecil masih
terus berlangsung hingga awal abad ke-20.
5.
Perlawanan
Rakyat Bali
Bangkitnya perlawanan rakyat
Bali terhadap Belanda disebabkan oleh adanya Hak Tawan Karang yaitu suatu
ketentuan bahwa setiap kapal yang terdampar diperairan Bali menjadi milik Raja
Bali, dan sebab khusus menyangkut tuntutan Belanda terhadap raja-raja Bali yang
ditolak berisi hak Tawan Karang dihapuskan, Raja harus memberi perlindungan
terhadap pedagang-pedagang Belanda di Bali, dan Belanda minta diizinkan
mengibarkan Bendera di Bali.
Tokoh-tokoh perlawanan Bali diantaranya :
·
I Gusti Jalantik
·
Patih Buleleng
·
Raja Bali
·
Raja Karang Ngasem
Jatuhnya
kerajaan Buleleng, menyebabkan raja-raja Bali lainnya bersikap lunak terhadap
Belanda, bahkan bersedia membantunya. Akhirnya kedua kerajaan tersebut jatuh ke
tangan Belanda. Raja Buleleng dan I Gusti Ketut Jelantik meloloskan diri pada
tahun 1849. Setelah kerajaan Buleleng dapat dikuasai, Belanda berusaha
menaklukan kerajaan Bali lainnya. Hal ini memaksa para raja Bali mengambil
alternatif terakhir untuk mempertahankan kehormatannya, yaitu perang puputan
(perang terakhir sampai mati).
6. Perlawanan Rakyat Aceh (1873-1904)
Perlawanan rakyat Aceh
merupakan perlawanan yang paling lama dan juga terakhir bagi Belanda dalam
rangka Pax Netherlandica. Perlawanan dipimpin oleh para Bangsawan (Tengku) dan
para tokoh ulama (Teuku) seperti Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Panglima Polem,
Cut Nyak Dien, Cut Mutia dan lain-lain.
Salah satu penyebab terjadinya
peperangan karena Belanda melanggar Perjanjian Traktat London tahun 1824 yang
berisi bahwa Inggris dan Belanda tidak boleh mengganggu kemerdekaan Aceh. Untuk
menguasai Aceh, Belanda menggunakan cara seperti Konsentiasi Stelsel dan
mendatangkan ahli Agama Islam yaitu Snouch Hurgronye. Cara ini dapat
mempersempit ruang gerak pasukan Aceh dan dari Snouch Hurgronye Belanda
mengetahui kehidupan rakyat Aceh dan cara-cara menaklukan Aceh. Sehingga
akhirnya Aceh dapat dikuasai oleh Belanda, kemudian Raja-Raja didaerah yang
berhasil dikuasai oleh Belanda diikat dengan Plakat Pendek yang isinya :
·
Mengakui
kedaulatan Belanda atas daerahnya.
·
Tidak
akan mengadakan hubungan dengan negara lain.
·
Taat
dan patuh pada Pemerintah Belanda
7. Perlawanan Rakyat Banjar
Penyebab dari pecahnya peperangan
ini bermula saat Belanda dapat menjalin hubungan dengan Kerajaan Banjar
pada masa pemerintahan sultan Adam. Setelah Sultan Adam wafat tahun 1857,
Belanda mulai turut campur dalam urusan pergantian tahta kerajaan. Akibatnya, rakyat
tidak menyukai Belanda. Belanda dengan sengaja dan sepihak melantik Pangeran
Tamjid Illah sebagai sultan. Ditengah tengah perebutan tahta, meletuslah perang
Banjar pada tahun 1859 dengan Pangeran Antasari sebagai pemimpinnya.
Tokoh-tokoh perlawanan :
·
Sultan Adam
·
Pangeran Antasari
· Pangeran
Hidayatulloh
·
Kiai Demang Lamang
·
H.Nasrun
·
H.Bayasin
·
Kiai Lalang
·
Gusti Matseman
Pangeran
Antasari melakukan pertempuran bersama rakyat. Bahkan, pada bulan Maret 1862
Antasari diangkat menjadi Sultan dengan gelar Panembahana Amiruddin Khalifatul
Mukminin. Setelah
Pangeran Antasari meninggal, perjuangan dilanjutkan oleh putranya bernama Gusti
Matseman namun, perlawanan rakyat Banjar makin hari makin melemah.
C. Kelemahan
perjuangan Bangsa Indonesia
1. Bersifat
lokal atau kedaerahan, artinya terbatas daerah tertentu saja. Tidak ada
koordinasi antara pejuang satu daerah dengan daerah lain
2. Perlawanan
secara sporadic dan tidak serentak
3. Perlawanan
dipimpin oleh pimpinan kharismatik sehingga tidak ada yang melanjutkan
4. Sebelum
masa 1908 perlawanan menggunakan kekerasan senjata
5. Para
pejuang di adu domba oleh penjajah (devide et impera politik memecah belah
bangsa Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar