SERBA-SERBI PROKLAMASI

Meskipun
berita tentang pemboman Hiroshima oleh Amerika sudah tersiar di Saigon,
namun dalam resepsi dan upacara menyambut rombongan Bung Karno – Bung
Hatta, pimpinan militer Jepang tidak menunjukkan gelagat risau dan
terpukul. Mereka bersandiwara, kami pun bersandiwara, semua ini adalah
sandiwara badut-badutan, kata Bung Karno. Dalam perjalanan kembali ke
Jakarta dari Dalath, Saigon, rombongan Bung Karno hanya diantar oleh
seorang penerbang, seorang pembantu penerbang dan dengan pesawat pembom
tua yang sudah berlubang-lubang bekas terkena tembakan. Ketika akan
buang air kecil, karena tidak tersedia toilet Bung Karno berjalan ke
bagian belakang pesawat lalu melepaskan hajat. Tiba-tiba angin
bertiup kencang melalui lubang-lubang bekas peluru dan terbawalah air
seni Bung Karno ke dalam sehingga membasahi teman-temannya. Dalam
keadaan setengah basah itulah Pemimpin Besar Revolusi Indonesia dan
rombongan tiba di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1945.
Keesokan
malamnya, 15 Agustus 1945, Bung Karno menerima tamu beberapa orang
pemuda. Mereka mendesak agar Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia sekarang juga karena sudah diterima berita Jepang telah
menyerah kepada Sekutu. Permintaan itu ditolak Bung Karno dengan alasan
tidak ingin meninggalkan rencana kemerdekaan yang sudah dirintis
sebelumnya hanya untuk beralih ke sebuah rencana dadakan yang
persiapannya kurang matang dan berpotensi menimbulkan kurban besar pada
rakyat. Ketika Wikana hendak memaksakan kehendaknya, Bung Karno secara
spontan maju merunduk menyodorkan kepala : “Ini kudukku … silakan
kalau mau dipotong …”. Wikana dan teman-temannya terkesiap, lalu
meninggalkan rumah Bung Karno.
Sekitar pukul tiga malam, Sukarni
memimpin teman-temannya menjemput Bung Hatta lalu dibawa ke rumah Bung
Karno dan meminta Bung Karno segera bersiap untuk dibawa pergi bersama
mereka. Kedua pemimpin bangsa itu dibawa ke Rengasdengklok dimana
Sukarni meminta Bung Karno bersedia memproklamasikan kemerdekaan agar
setelah itu para pemuda yang sudah bersiap di Jakarta akan mulai
melakukan perebutan kantor-kantor pemerintahan dari tangan Jepang.
Namun kembali Bung Karno menolak dan Sukarni tidak mampu memaksanya.
Siangnya Ahmad Subardjo datang dari Jakarta untuk menjemput Bung Karno
dan Bung Hatta sambil memberi jaminan kepada Sukarni bahwa Admiral
Mayeda akan membantu para pemimpin Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaan di Jakarta. Sukarni ikut mengantar Bung Karno, Bung Hatta
dan Ahmad Subardjo kembali ke Jakarta. Di tengah perjalanan dia
melihat api berkobar di kejauhan maka Sukarni berteriak kegirangan bahwa
revolusi telah dimulai, pemuda telah bergerak dan Jakarta telah
terbakar. Bung Karno dan Bung Hatta minta dicaritahu apa sebenarnya
yang terjadi dengan kobaran api itu. Ternyata hanya petani yang
sedang membakar tumpukan jerami di sawah mereka.
Setelah sepanjang malam bekerja keras
mempersiapkan proklamasi kemerdekaan di rumah Laksamana Mayeda, esok
paginya Bung Karno tergolek di tempat tidur karena demam. Dr Suharto
memberi injeksi chinineurethan intramusculair dan pil brom chinine.
Meskipun badan masih terasa nggreges Bung Karno telah bersiap
dalam pakaian serba putih menunggu kedatangan Bung Hatta. Setelah
Bung Hatta tiba, mereka berdua lalu beranjak ke luar diiringi ibu
Fatmawati. Sebuah tiang bambu yang dibuat mendadak dan serba darurat
telah ditegakkan pada halaman di kelilingi puluhan orang yang
menyaksikan peristiwa bersejarah itu. Bendera Merah-putih yang
dijahit tangan oleh ibu Fatmawati siap untuk dikibarkan. Semua
berjalan dengan cepat masing-masing bertindak mengisi peran dalam acara
yang sederhana jauh dari kemegahan. Perwira PETA Cudanco Latif
Hendraningrat sigap mengikatkan bendera dan mengereknya naik. Tidak
ada musik mengiringi. Setelah bendera berkibar semua menghormat lalu
secara serempak menyanyikan lagu Indonesia Raya. Upacara khidmat
namun sangat sederhana yang dimulai pukul 10.00 pagi itu usai sudah.
Bung Karno masuk ke dalam rumah dan langsung kembali ke kamar untuk
beristirahat. Begitulah adanya dan sebuah Revolusi telah dimulai di
Indonesia.
Lima orang opsir Kenpetai berdatangan
setelah upacara selesai. Pemimpin mereka menegaskan bahwa Gunseikan
telah melarang keras rencana menyatakan kemerdekaan. “Saya baru saja
mengucapkannya”, jawab Bung Karno tenang. Mereka tercenung, lalu
meninggalkan rumah Bung Karno. Di tempat lain tentara Jepang berusaha
merampas negatif film milik Frans Mendur yang mengabadikan detik-detik
proklamasi dibacakan.
“Sudah dibawa pergi oleh Barisan Pelopor entah kemana. Saya tidak memiliki yang lain”, jawab Frans Mendur berbohong. Tentara Jepang itu marah namun Frans tetap bersikukuh dan mereka pun tidak menemukannya di dalam tustel Frans Mendur. Setelah tentara Jepang pergi, Frans bergegas mengambil negatif film yang ditanamnya di bawah sebuah pohon besar pada halaman kantor harian Asia Raya. Foto proklamasi kemerdekaan RI karya Frans Mendur kemudian tersebar luas dan dapat kita nikmati hingga kini.
“Sudah dibawa pergi oleh Barisan Pelopor entah kemana. Saya tidak memiliki yang lain”, jawab Frans Mendur berbohong. Tentara Jepang itu marah namun Frans tetap bersikukuh dan mereka pun tidak menemukannya di dalam tustel Frans Mendur. Setelah tentara Jepang pergi, Frans bergegas mengambil negatif film yang ditanamnya di bawah sebuah pohon besar pada halaman kantor harian Asia Raya. Foto proklamasi kemerdekaan RI karya Frans Mendur kemudian tersebar luas dan dapat kita nikmati hingga kini.
Apakah perintah pertama Presiden pertama
Republik Indonesia setelah dikukuhkan secara aklamasi ? Dalam
perjalanan pulang Bung Karno berpapasan dengan tukang sate.
Dipanggilnyalah penjaja sate pikulan yang tidak berbaju dan bertelanjang
kaki itu.
“Sate ayam lima puluh tusuk”, perintahnya. Dan itulah perintah pertama yang dikeluarkannya. Sambil berjongkok lima puluh tusuk sate ayam itu dimakannya bersama beberapa orang yang mengikuti jalannya. Itu pula pesta atas pengangkatan sebagai Kepala Negara Republik Indonesia yang waktu itu rakyatnya berjumlah 70 juta orang.
“Sate ayam lima puluh tusuk”, perintahnya. Dan itulah perintah pertama yang dikeluarkannya. Sambil berjongkok lima puluh tusuk sate ayam itu dimakannya bersama beberapa orang yang mengikuti jalannya. Itu pula pesta atas pengangkatan sebagai Kepala Negara Republik Indonesia yang waktu itu rakyatnya berjumlah 70 juta orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar